Warna hidupku “as a teacher”
Tahun ajaran baru 2010/2011 yang menjadi
awal transisi berikutnya kehidupanku. Kembali berpindah kota dan mencoba
profesi baru sebagai seorang Guru.
Mendapat informasi dan tawaran dari seorang
teman semasa kuliah untuk menjadi tenaga pengajar di salah satu SMK di kota
Cirebon. Tidak pernah menyangka akan ada kesempatan merasakan menjadi seorang
pahlawan tanpa tanda jasa.
Rasa khawatir, tidak Pede, grogi dan
kawan-kawannya itu, sempat melintas dibenakku. Bisakah? Mungkinkah? Dapatkah
aku menjadi seorang guru yang bisa menjadi teladan? Seorang guru yang dicintai
siswanya? Seperti aku menyayangi seorang guru SMU-ku yang kebetulan namanya
sama denganku. Karena menjadi seorang guru, buatku bukan hanya sebagai pemberi
materi pelajaran didepan kelas. Banyak fungsi lain yang entahlah apa aku
sanggup menjadi pendidik, pembimbing dan teladan.
Hari itu hari pertamaku mengajar. Belum ada
materi yang kusampaikan. Hanya sekedar perkenalan. Seperti siswa SMA pada
umumnya yang jarang bisa tenang alias rame kayak pasar, merupakan PR buatku.
Metode belajar seperti apa yang harus kupakai? Strategi apa yang harus
kugunakan agar siswa mampu menyerap materi yang kuberikan. Tentunya jangan
sampai membosankan.
Awalnya ada rasa gugup ketika berbicara
didepan kelas (entah para siswa menyadari atau tidak). Padahal ini bukan
pengalaman pertama memberi pelajaran didepan kelas. Dulu semasa kuliah sempat
juga bergantian dengan teman Asisten yang lain untuk menjelaskan materi didepan
ruangan laboratorium. Jika dulu yang dihadapi adalah adik-adik angkatan, tanpa
ada kewajiban lain yang menyertai, jadi dibawa santai saja. Mungkin rasa gugup
itu timbul karena kali ini aku berdiri sebagai seorang GURU dengan segala hal
dan tanggung jawab yang menyertainya.
Hari-hari berikutnya aku mulai enjoy dan
menikmati mengajar. Suasana sekolah, para siswa, teman2 guru dan staf karyawan.
Namun ada keterbatasan yang menghalangiku untuk
terus mengajar disana. Baru satu semester kujalani pekerjaan yang menyenangkan
buatku. Tapi jarak yang cukup jauh dari rumah ke sekolah, membuatku harus
berhenti dan mencari sekolah lain yang jaraknya lebih dekat. Resiko di
perjalanan, dan kondisi badan yang capek ketika sampai rumah membuatku tidak
mampu mengurus 2 buah hatiku. Sering aku tertidur lebih dahulu dari mereka.
Walaupun berat rasanya berpisah dengan para
siswa yang sudah terlanjur dekat denganku. Sedih rasanya tidak bisa ikut
membimbing mereka di sekolah itu lagi. Tapi aku tetaplah seorang ibu yang juga
memiliki 2 orang anak didik dirumah. Yang merupakan tanggung jawabku karena
telah diberi amanah dari Yang Kuasa.
Terbayang kesan manis yang melekat ketika
di SMK Cipto Cirebon.
@pojok kamar 10/09/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar