Sabtu, 28 Maret 2015

Warna hidupku “as a teacher”

Warna hidupku “as a teacher

Tahun ajaran baru 2010/2011 yang menjadi awal transisi berikutnya kehidupanku. Kembali berpindah kota dan mencoba profesi baru sebagai seorang Guru.
Mendapat informasi dan tawaran dari seorang teman semasa kuliah untuk menjadi tenaga pengajar di salah satu SMK di kota Cirebon. Tidak pernah menyangka akan ada kesempatan merasakan menjadi seorang pahlawan tanpa tanda jasa.
Rasa khawatir, tidak Pede, grogi dan kawan-kawannya itu, sempat melintas dibenakku. Bisakah? Mungkinkah? Dapatkah aku menjadi seorang guru yang bisa menjadi teladan? Seorang guru yang dicintai siswanya? Seperti aku menyayangi seorang guru SMU-ku yang kebetulan namanya sama denganku. Karena menjadi seorang guru, buatku bukan hanya sebagai pemberi materi pelajaran didepan kelas. Banyak fungsi lain yang entahlah apa aku sanggup menjadi pendidik, pembimbing dan teladan.
Hari itu hari pertamaku mengajar. Belum ada materi yang kusampaikan. Hanya sekedar perkenalan. Seperti siswa SMA pada umumnya yang jarang bisa tenang alias rame kayak pasar, merupakan PR buatku. Metode belajar seperti apa yang harus kupakai? Strategi apa yang harus kugunakan agar siswa mampu menyerap materi yang kuberikan. Tentunya jangan sampai membosankan.
Awalnya ada rasa gugup ketika berbicara didepan kelas (entah para siswa menyadari atau tidak). Padahal ini bukan pengalaman pertama memberi pelajaran didepan kelas. Dulu semasa kuliah sempat juga bergantian dengan teman Asisten yang lain untuk menjelaskan materi didepan ruangan laboratorium. Jika dulu yang dihadapi adalah adik-adik angkatan, tanpa ada kewajiban lain yang menyertai, jadi dibawa santai saja. Mungkin rasa gugup itu timbul karena kali ini aku berdiri sebagai seorang GURU dengan segala hal dan tanggung jawab yang menyertainya.
Hari-hari berikutnya aku mulai enjoy dan menikmati mengajar. Suasana sekolah, para siswa, teman2 guru dan staf karyawan.
Namun ada keterbatasan yang menghalangiku untuk terus mengajar disana. Baru satu semester kujalani pekerjaan yang menyenangkan buatku. Tapi jarak yang cukup jauh dari rumah ke sekolah, membuatku harus berhenti dan mencari sekolah lain yang jaraknya lebih dekat. Resiko di perjalanan, dan kondisi badan yang capek ketika sampai rumah membuatku tidak mampu mengurus 2 buah hatiku. Sering aku tertidur lebih dahulu dari mereka.
Walaupun berat rasanya berpisah dengan para siswa yang sudah terlanjur dekat denganku. Sedih rasanya tidak bisa ikut membimbing mereka di sekolah itu lagi. Tapi aku tetaplah seorang ibu yang juga memiliki 2 orang anak didik dirumah. Yang merupakan tanggung jawabku karena telah diberi amanah dari Yang Kuasa.

Terbayang kesan manis yang melekat ketika di SMK Cipto Cirebon.

@pojok kamar 10/09/2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar